Lalu aku bercerita...
Perlahan aku mengenali bagian-bagian yang berserakan itu, memberi label, dan kemudian menempatkannya pada sekat-sekat memori. Aku tidak pernah berupaya menghilangkan kenangan tersebut, tidak ingin menghancurkannya, tidak pula denial pada apa yang telah terjadi. Hingga suatu saat nanti mungkin kenangan hilang secara alamiah bersama tubuh yang kian uzur, maka aku membiarkan hingga waktu itu tiba. Aku lelah menolak pikiranku sendiri. Aku melakukannya terlalu lama, dan kurasakan penolakan-penolakan ini mengkonsumsiku terlalu banyak.
Seorang penasihat berkata, untuk setiap hal yang kurasakan berat untuk diungkapkan, tuliskanlah. Kulakukan itu, dan tidak terjadi apa-apa. Ketika aku membagi cerita, hasil yang kurasakan berbeda. Aku menulisnya kemudian. Rasanya semakin berbeda. Seperti napas pertama yang diambil setelah menyelam tanpa alat bantu. Perlahan rasa takut itu hilang.
Hanya saja, saat ini, yang kulakukan, tak lazim.
Dan aku belum berniat berhenti.
...
Tulisannya sudah baik, hanya ada beberapa kata yg tidak sesuai eyd. Seperti nafas seharusnya napas.dan pada kalimat "lalu aku menulisnya kemudian". Kalimatnya bisa diefektifkan dgn menghilangkan kata lalu. Karena maknanya tetap sama. Sekian dan terima kasih 😂
BalasHapusHaha, terima kasih banyak atas masukannya. Selain kirim masukan, coba sesekali kirim sie reuboh atau keumamah. Itu akan sangat menyenangkan. Hahahaha.
HapusKalian mintalah sana sama ibun kalian 😏
BalasHapus