• Bukan catatan pra-sejarah!

    Ketika Naik selalu jadi Polemik


    Dan, kejadian lagi, harga BBM naik. Tentu ini jadi pembahasan, mungkin hingga seminggu kedepan. Aku adalah salah satu manusia yang ikut latah mengomentari ini di sosial media, yang sebenernya kusesali sih, namun apa daya status facebook sudah siap terbit dan gadak waktu untuk menunggu Rangga yang masih gamang dengan beda satu purnama di Jakarta dengan New York.

    So, lantaran ini di ketik dengan smartphone, aku akan coba tulis poin poin penting yang kupikirkan berkaitan dengan naiknya BBM.

    1. Harga minyak dunia turun, harga bbm malah naik. Loh kok bisa? Hmmm....seandainya minyak yang disedot dari bumi indonesia ini adalah bisa dipilih, maka mungkin kita milihnya jenis premium dan solar aja kali ya? Sayang sekali, minyak yang kita sedot adalah minyak mentah, iya MENTAH. Nah, pertanyaannya, apa kita bisa memproduksi sendiri minyak2 itu menjadi produk jadi, contohnya premium?. Yang kita lakukan adalah menjual minyak kita,dalam keadaan mentah, dan membeli produk jadi. Dan kita masih mau mendebat harga minyak mentah yang turun harga tanpa mikir solusi impor bbm yang sudah jadi?

    2. Iya, kita belum mampu mengontrol jumlah kendaraan yang beredar dijalanan. Seandainya diberikan pajak yang tinggi,seperti lazimnya dinegara2 yang maju, maka ini justru lebih mencekik kita yang masih berkutat sebagai negara berkembang. Penarikan subsidi bahan bakar bisa jadi salah satu opsi menanggulangi hal ini. Serius? Iya serius, asaaaaaal dibarengi dengan pemantapan infrastruktur transportasi umum juga. Kalau kendaraan tidak bisa dikontrol, bbm juga disubsidi, transportasi umum mandeg, maka alhasil tiap taun pemerintah akan sibuk mencari dana talangan terus menerus ke pihak luar hanya untuk menutupi defisit anggaran disebabkan subsidi terus menerus. Dan kalo pemerintah ngutang lagi, ini tetep dianggap salah pemerintah juga kan ya?bukan konspirasi rheumason kan?

    3. Iya, kita masih belum sadar bahwa kita punya pertamax (dan variannya) yang non subsidi. Kalian yang punya mobil pribadi sendiri, kalo mau jujur, kapan terakhir ngisi pertamax? Ato belom pernah?

    4. Kebijakan ini tidak akan pernah populer. Iya gak akan pernah. Mau sampe ke ujung dunia pun, menaikkan bbm adalah kebijakan yang dianggap tidak pro rakyat. Maka sebagai rakyat yang kritis,mari kita liat kemana arah si subsidi yang dicabut itu dibawa. Ini kesempatan sebenarnya, menekan pemerintah untuk menjalankan program2 (yang katanya) unggulan, yang mereka gembar gemborkan bisa mensejahterakan rakyat. Temanku bilang, oposisi yang ikut membangun. Iya, kita menjadi oposisi pemerintah dengan kebijakan tak populernya itu, tapi sekali lagi, siap gak kita yang mampu mampu ini mengalah untuk saudara saudara lain yang lebih butuh?itu kita sendiri masing2 yang jawab.

    5. Harga rokok dan harga bbm memang bukan komparasi yang pantas. Dan menempatkan keduanya dalam sebuah frasa sarkasme maka cenderung akan dianggap "cerdas". Iya, dengan tanda kutip. Dengan bahasa literalnya tentu tidak sesederhana itu. Sebagai bagian renungan kita bersama, bangsat atau gak sih kita yang tega menaikkan harga jual barang barang justru sebelum harga bbm naik ?(catatan: kita menyalahkan harga barang naik karena bbm naik kan?). Dan mengenai "kemampuan", yang di pemahaman masyarakat sendiri masih sangat bias batasannya, apakah kita masih mau mempertahankan diri sebagai orang yang "tidak mampu dan masih pantas disubsidi" meskipun kita sudah punya pekerjaan, tempat tinggal (walo numpang mertua/kost/kontrak), dan bisa menabung? Jika kita masih memposisikan diri seperti itu, selamat!, kita masih jauh dari pemikiran maju. Silahkan lanjutkan mimpi untuk maju, karena kita adalah pribadi yang, sesungguhnya, masih jalan ditempat (kalau tidak bisa dikatakan sedang berjalan mundur,red)

    Ini dulu...nanti diedit lagi...


    0 komentar:

    Posting Komentar

     

    About