• Bukan catatan pra-sejarah!

    KAMPRET JILID 4 : Ditipu Pilot!


    Tertipuuuu...

    *phuuuffffhhhhh....Phuuuuffhhh....hembus2in debu di blog*

    Okeh, Pepno Switt iz in da hauz yo!

    Sepertinya udah beberapa dekade blog ini dibiarkan nelangsa dalam kesendiriannya. Dan aku, yang notabene adalah pemilik blog kesepian ini, merasa teriris juga ketika melihat postingan postingan (yang kebanyakan tak bermutu) didalamnya tidak bertambah-tambah. Tak pula berbunga, namun alhamdulillah sih, secara kalo bertambah dan berbunga itu kan riba..*apalah ini ???*

    Aku belum menceritakan ketibaan (ini kata gak ya? ketibaan?) ku di Taiwan, bukan? *Semua menjawab "BUKAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAANNN"...*


    okelah, jadi begini ceritanya.


    Di pesawat, yang katanya akan mendarat di Taichung (yang pada saat itu tidaklah kuketahui dimana itu Taichung) ternyata hanyalah bualan sang pilot belaka. Cukup paleh dia. Udahlah bikin sport jantung dengan turbulensi yang tiada henti sejam sebelum mendarat, ditambah lagi dengan ulok katok yang katanya akan mendarat di Taichung, yang entah dimana pula itu. Ada terbersit niat untuk menuju ke cockpit dan berkacak pinggang sambil bilang "heh? seriously?". Tapi niat itu kuurungkan, secara dalam keadaan pesawat yang joget-joget diudara dan aku yang tak putus-putus membaca surat Al-Ikhlash sambil gemetaran.


    Oh iya, aku takut ketinggian, karena ketinggian itu angkuh dan tidak baik. *itu ketinggian yang lain, bego!*


    Pesawat mendarat dengan mulus..lus di Taoyuan International Airport. Aku, secara de-facto resmi menjejakkan kaki di Taiwan. Aku pun bersujud di landasan sambil ditatap beberapa pasang mata. Beberapa dari mereka terlihat menyilangkan jari di jidat. "Ah...Gak open kakak dek!..." dalam benakku berkata demikian.

    Kemudian, menuju imigrasi berjalan aku kemudian mencari-cari papan informasi yang bisa menghantarku keluar dari bandara ini. Alhamdulilah yah...sesuatu banget...ketika membaca papan-papan informasi yang tertulis dalam dua bahasa, mandarin dan inggris. Sebagai catatan, tidak ada satupun papan informasi yang bertuliskan dalam bahasa Mandailing.

    Setelah menukar duit receh receh sisa dari Singapura, kemudian aku bergegas membeli kartu telefon. Ternyata, HP Noviah Eze63deboy ku hanya menyisakan baterai segaris saja sodara-sodara, dan setelah kartu telefon masuk, HP diidupin lagi, tak lama kemudian dia mengucapkan "wabillahitaufik walhidayah, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, sampai jumpa di ngecas berikutnya".


    Kek Kambeng...Apa gunanya beli kartu? gak bisa update status di Facebook "Taiwan Neh!" atau ngetwit "Nyampe Tewan Lohh!" atau paling gak Foursquare lah. Cks!


    Alhasil, aku tak bisa menghubungi dan dihubungi. Aku tau Asmirandah pasti berulang kali menghubungiku saat itu, apa hendak dikata, baterai mengalahkan segalanya.


    Pun juga, aku tidak tau menghubungi siapa. Kedatanganku ke Taiwan juga tanpa kontak-kontakan dahulu dengan siapapun yang ada di Taiwan saat itu. Aku sempat bertemu Muammar, sekampus denganku juga, tapi dengan teganya dia meninggalkan aku sendirian di LCCT, Malaysia. Alhasil, aku yang harus ke Singapura dahulu, berangkat sendirian, tiba sendirian, masak sendirian, cuci baju sendirian, seperti lagu Caca Handika.


    Oke, aku menemukan pintu keluar, dan segera aku mengeluarkan secarik kertas yang sudah kusut masai dari dalam ranselku. Kertas itu merupakan primbon penting yang kudapatkan dari email salah satu petugas Office of International Affairs atau secara bebas diterjemahkan sebagai "Kantor Urusan Affair dengan mahasiswa tingkat Internasional". Kertas itu adalah petunjuk bagaimana caranya mendapatkan nomor cantik untuk togel...um...bukan...nomor bus yang bisa kunaiki untuk mencapai Zhongli atau Jhongli atau Cungli dan atau Chungli. Silahkan kalian pilih salah satu sebutan sesuka kalian, karena hingga hari ini pun aku tidak tau tulisan latin yang tepat untuk tempat itu. Setelah aku menghapalkannya, seperti menghapal pembukaan UUD dulu di SMA, maka kemudian aku bergegas keluar untuk mengejar bis kota. Semangat Richie Ricardo dan Ahmad Albar "God Bless" dalam mengejar bis kutanamkan erat didalam otak dan hatiku saat itu.


    Sesampaiku diluar, aku pun bergerak kesana kemari mencari bis, atau setidaknya informasi dimana aku bisa menemukan bis tersebut. Kuberanikan diri mendekatkan diri pada ilahi...bukan...pada seorang petugas yang kulihat sedang manyun-manyun gak jelas didekat pintu. Dan pembicaraan kami...


    "Excuse me, Sir. I want to go to Zhongli. Where should i go to find the bus?" tanyaku dengan aksen Irlandia yang kental.


    "Sheme?gong xi fatchoi a,lu gila ha xiang xiang maling seng ha..tui aa" jawabnya.


    Dan aku pun bengong, dengan O yang besar di mulut. Tapi, aku teringat, aku membawa kitab "Lancar berbahasa mandarin express" yang kubeli di Jegardahh, ketika aku tes kesehatan dulu. Maka kukeluarkan kitab sakti mandraguna tersebut, membolak balik beberapa halaman, dan kemudian menemukan bab tentang "Menanyakan Arah dan Transportasi". Aku menunjuk sebuah kalimat yang ada hubungannya dengan bus dan berkata


    "Zhongli...Zhongli..Zhongli" dan dijawab dengan "Iya, Tidak, Bisa Jadi, TIDAAAAAAAAKK, BISA JADI BISA JADI...BESAAAA JADEEE"...*kok ini kayak kuis Eatbulaga Indonesia ya jadinya?*


    Petugas itu menunjuk kesatu arah, dan mengajakku kemudian untuk berdiri disitu. Sebelum dia pergi dia sempat menunjukkan angka 7 lewat jari-jarinya. Maksudnya apa? aku anak ketujuh? loh kok dia tau? dia itu paranormal? Ciyus? Miapah? Miebangdin? Miedun?. Ternyata dia mengatakan ongkosnya, 70 NT DHOOLLAAR.....


    Sambil menunggu, aku masih mondar mandir tidak jelas, karena merasa kurang yakin. Disaat aku mondar mandir kaya seterikaan ayam kurang arang itu, tetiba ada suara


    "Mau kemana?" *iya...ini serius...dalam bahasa Indonesia!*


    Aku terkesiap dan girang luar biasa. Ternyata ada yang berbahasa Indonesia disini.


    "Mau ke Zhongli, pak. Bapak mau kemana?" tanyaku kembali


    "Ohh Zhongli, deket tuh dari sini. Saya mau ke Taipei. Anak saya kuliah disono" Jawabnya dengan sangat jelas.


    "Oh deket ya pak, bapak main ke sini?" tanyaku kembali.


    "Enggak saya macul disini, dek. Kidding, Saya punya rumah disini, anak saya kuliah disini. Saya tinggal di Belanda dengan istri saya. tuh dia, cakep kan? cakep dong!" katanya kemudian.


    "Ohhh Belanda, deket rumah Robin van Persie, pak?" Tanyaku kemudian.


    "Enggak, deketan ama rumah Sutiyoso, dek" jawabnya lugas.


    "Serius pak?" tanyaku lagi.


    "Ya becanda lah!" jawabnya garing. Bapak itu terlihat sangat kriuk sepertinya.


    Ternyata oh ternyata, bapak itu adalah anak yang lahir dan hingga remaja di Indonesia yang berganti warga negara menjadi warga negara Belanda. Istrinya dari Belanda dan lama di Jerman, dan berbicara dengannya dalam bahasa Jerman. Dia mengunjungi anaknya di Taiwan dan punya rumah di Taiwan. Fasih berbahasa Inggris, Jerman, Belanda, Mandarin dan Bahasa Indonesia. Mungkin dia juga bisa Bahasa Sanskerta, who knows?. Yang pasti, bapak itu sangat gado-gado!


    Dia membantuku menjelaskan tujuanku pada supir bis, dan dia berkata padaku..


    "Jangan turun sebelum diusir supir, ok?"


    Aku pun melongo lagi, kali ini dengan O yang agak lebih kecil. Kemudian kami berpisah, dan perpisahan ini tanpa diiringi peluk cium apalagi isak tangis. Hanya dadah dadah kecil ala Pangeran Inggris.


    Didalam bis aku merapakatkan diri ke Jendela. Aku ingin melihat keluar, melihat jalanan di Taiwan. Dan ternyata, suasananya persis dengan China Town di kampungku. Peunayong namanya. Aku merasa ditipu, dikhianati. Apa ini ? ini bukan Taiwan, ini masih di Indonesia. Ini di Aceh, di Peunayong.


    "JOK PULANG TIKET LON!!!!" Teriakku!.


    Aku hampir saja diusir supir bus jika saja aku tidak buru-buru meminta maaf sambil ngoceh "Drama, Broadway, you know? Hollywood? Jacky Chen? wUuuthaaa"


    Aku diikat dikursi kemudian.


    Dan, dengan selamat sentosa, telah sampailah aku pada stasiun bus. aku diusir dengan sukses dari bus. Hal yang pertama kulihat saat itu adalah.....Gerai McD!


    Dengan semangat membara, aku masuk ke McD. Urusan ke kampus urusan ke 750 lah, ini urusan perut yang paling penting. Aku sudah kelaparan dari pesawat tadi. Maka aku memesan burger daging sapi, kola, dan kentang, dan dibungkus saja.


    Mendadak, diluar gerimis mengundang. Apootalaahh....


    Kertas primbon nomor bus juga mendadak lenyap tak berbekas. Maka kukeluarkan saja amplop Surat penerimaan dari kampusku, dan kemudian aku mencari taksi saja. Kutunjukkan kop suratnya, dan kemudian aku menghempaskan diri ke kursi belakang.


    Kami bergerak. Tujuan selanjutnya, Yuan Ze University.


    (Bersambung lagi lah yaa........)


    Ps : 

    Paleh = curang,licik (bahasa Aceh)
    Apotalah = Ungkapan, sama seperti "Ya Ampun". Sebenernya ini bukan bahasa riil, aku kurang tau pasti akarnya dari mana (Bahasa Aceh)

    Ulok Katok = Tipu (Bahasa Anak Banda Aceh, :p)

    2 komentar:

    1. hahaha.. lebay li qe bang .. btw, ga ada cerita pas qe masuk toilet bandara dan bingung kok ga ada gayung dan timba?

      BalasHapus
    2. Hahahaha...aku udah tau ehh gada gayung dan timba. itu kenapa aku bawa sendiri. kan aku mandi di singapura. huhahahhahahahhaha

      BalasHapus

     

    About