• Bukan catatan pra-sejarah!

    Jangan Percaya Senyuman Lelaki Aceh


    Gambar tetap dari Google lah!
    Teman baikku menulis ini di status Facebooknya :

    "In a world where everyone is out for themselves, who should we trust? One signal that suggests we are trustworthy is a smile. Genuine smiles send a message that other people can trust and cooperate with us. People who smile are rated higher in both generosity and extraversion and when people share with each other, they tend to display genuine smiles." Smileeee people!!!"

    yang kira-kira jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, akan menjadi seperti ini :

    "Di dunia dimana semua orang keluar untuk dirinya *ummm, maksudnya apa ini?* satu sinyal yang bisa *trust apa itu?umm alah kita skip aja*. Senyum yang *umm, kok susah kali terjemahin ini* *kenapa sih orang suka kali ngepost pake kata-kata yang rumit?* . Orang yang senyum-senyum sendiri biasanya *generosity???Extraversion??iki opoooo?????* *ada genuine sampe dua kali, issshhh*. Maka senyumlahhh !!!!"

    Demikian terjemahannya *bukan google translate ya, CATAT!!!*. Ya, senyum. Sesuatu yang amat sangat mudah dan murah *secara gak pake modal* untuk dilakukan namun barokah. Tidak pernah ada yang salah dengan senyuman. Yang memberi dan menerima senyuman pun mendapat keberkahan yang sama. Ketika ada yang tersenyum, kita pun secara refleks akan membalas senyuman, meskipun ketika dia tersenyum kita mendapati ada daun sop atau cabe *yang bukan cabe-cabean* terselip digiginya.

    Senyum juga menjadi penyelamat. Aku masih ingat ketika ketika aku yang tidak tidur semalaman karena mencoba menyelesaikan tugas kuliah yang diluar kuasaku, ditambah dengan menyaksikan Manchester United bertanding sampai jam 4 atau 5 pagi, kemudian harus masuk kelas jam 9 pagi juga. Dan suasasana pagi di kelas saat itu amat mencekam, karena si professor yang mengasuh mata kuliah itu sedang rajin menunjuk-nunjuk mahasiswa untuk kemudian diberikan pertanyan. Aku mencoba berbaik sangka saja, aku baru datang, dan agak telat, jadinya tidak mengikuti dari awal perkuliahan. Mana mungkin proffessor yang baik itu akan bertanya padaku, bukan ?. Semuanya aman hingga...

    "Febri, menurut kamu apa yang harus dilakukan si manajer keuangan ketika mendapati ada beberapa project yang mungkin dilakukan sementara dana terbatas?" tanya si professor sambil agak tersenyum. Agak...

    Aku pun membalas senyumannya, ikut pula tersenyum dan berkata dalam hati "MATIII...."

    Aku tetap tersenyum, hingga kemudian aku menyadari hampir seluruh mata di kelas itu tertuju kepadaku. Beberapa ada pula yang tersenyum, aku pun membalas senyum mereka tentunya.

    "Ummm...." gumamku sambil tetap tersenyum "Si manajer mungkin bisa....ummm...memilah mana project yang lebih baik untuk dijalankan, yang mana yang bisa memberi profit lebih baik atau lebih cepat....prof ?" sengaja aku menggantung jawaban. Bukan karena aku ingin berdiskusi, tapi memang karena aku gak yakin itu jawabannya. Itu adalah jawaban paling masuk akal yang terpikir pada saat itu. Tapi aku tetap tersenyum dalam raguku.

    Si profesor menyatakan jawabanku tidak salah, namun tidak tepat benar. dan kemudian dia mulai menyiksa mahasiswa lain. Aku rasanya ingin meloncat dari kursiku, sangking leganya, dan semua itu karena senyuman.

    Juga tidak ada yang salah dengan senyuman ketika aku dengan langkah gontai di pagi buta berjalan menuju perpus karena kerja shift pagi kemudian ada seseorang gadis Taiwan yang mendadak tersenyum kearahku, dan tentu saja kubalas dengan senyuman pula. Semuanya baik-baik saja hingga sampai dia berbicara bahasa mandarin dengan cepat, dan rupanya dia tersenyum dengan seseorang dibelakangku yang mungkin temannya.

    Dalam senyumku aku berkata dalam hati "KERBOOOOO...KERBOOOOO".

    Akan tetapi, senyuman selalu membuat kita merasa lebih nyaman, menularkan kenyamanan kita kepada orang lain juga tentunya. Mungkin ada senyum palsu, akan tetapi kurasa tidaklah separah alamat palsu-nya Ayu Ting Ting yang menyebabkan dia hamil dan kemudian berseteru dengan pacar, yang kemudian suaminya, dan terakhir-terakhir malah jadi mantan suami. Tidak, aku yakin tak separah itu. Tapi mungkin beberapa orang yang tajam indera kepo nya dapat menangkap ada yang salah dengan senyum palsu terebut. Namun, terserahlah dengan kepo-kepo itu, selama niat tersenyum palsu tersebut agar orang lain merasa nyaman, menurutku sah-sah saja.

    Namun, ada, dalam kondisi tertentu, yang mungkin diluar konteks kewajaran, senyum dapat berarti tanda bahaya. Jika ada disekitar kalian yang tersenyum-senyum sendiri dengan tiang listrik, atau tersenyum-senyum tanpa henti bahkan hingga tergelak dengan bak sampah, aku berhipotesis dia sedang bermasalah. Sadar atau tidak sadar, dia sedang bermasalah. Mungkin, iya mungkin, kita akan menemui banyak orang yang seperti ini setelah pemilu nanti. Setelah gagal menang dan duduk di kursi empuk setelah melempar banyak lembaran Soekarno-Hatta dari dompetnya, maka kemungkinan besar senyumnya palsu, tanpa sadar, dan selanjutnya, ya begitu, senyum-senyum saja hingga ada anggota keluarga yang membawa ke dokter spesialis.

    Akhiru kalam, dalam catatan pendek ini aku cuma ingin membenarkan kata-kata temanku di status facebooknya itu. Bahwa senyum dapat menjadi jembatan untuk kerjasama yang apik, untuk kepercayaan yang tidak gampang diberikan pada awalnya, namun kemudian segenap rasa tertumpah dan segala kebekuan lumer, lewat senyuman.

    Lalu kenapa aku memberi judul seperti diatas? Ntahlah. Kemarin dulu, ada yang menulis judul "Jangan Menikah Dengan Gadis Aceh", aku kok merasa tidak adil saja kalau tidak menulis judul yang berpihak kepada lelaki Aceh. menurutku aku harus melakukan ini sebelum negara api menye..*plakkk!!!*

    fin



    3 komentar:

    1. sini kubantu **PLAKK** bang huahahaha sumpah paleh kali postingan qe, udah capek aku baca dari atas sampe bawah gara2 judul! hahahahaha btw nice blog :D

      BalasHapus
    2. Hahaha...itu memang sengaja, pun bestu kukasi tau kenapa aku pasang judul kek kambing gitu. Jangan nanti kenak protes...hahhahah

      BalasHapus

     

    About